Krisis ekonomi membawa perubahan yang cukup signifikan sebagai dampak dari reformasi dan pemberian otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah dalam menjalankan kewenangan yang semula dipegang oleh pemerintah pusat. Otonomi daerah ini juga diikuti dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah sehingga daerah memperoleh porsi yang lebih besar atas bagi hasil. Selanjutnya, perimbangan juga dilakukan melalui dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Otonomi daerah menimbulkan persoalan baru berupa tekanan pada sebagian daerah untuk melakukan pemekaran wilayah sehingga provinsi maupun kabupaten baru mulai tumbuh.
Seiring dengan reformasi, keuangan negara juga mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang untuk mendukung reformasi sehingga sistem keuangan bisa berjalan dengan baik. Salah satu perubahan yang signifikan adalah perubahan di bidang bidang akuntansi termasuk pemerintahan. Perubahan ini sangat penting karena proses dan siklus akuntansi dihasilkan dari informasi keuangan yang tersedia bagi berbagai pihak sesuai dengan tujuan masing-masing. Keuangan pemerintahan dan tugas akuntansi pemerintahan berkaitan erat sehingga sistem dan proses yang lama dalam akuntansi pemerintahan banyak menimbulkan berbagai kendala yang tidak mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Perbaikan-perbaikan birokrasi juga menyentuh bidang pengelolaan keuangan negara yang dikelola oleh pemerintah pusat dan daerah. Adanya perubahan sistem akuntansi pemerintahan mendukung perubahan-perubahan yang akan dilakukan. Jika dahulu digunakan sistem pencatatan tunggal (single entry system), kemudian diubah menjadi sistem pencatatan ganda (Double Entry System). Selain itu, pencatatan transaksi keuangan atas dasar basis kas harus diubah pula dengan basis akrual.
Standar Akuntansi Pemerintahan
Lembaga pemerintahan bukanlah organisasi yang memiliki tujuan menghasilkan laba. Namun, dalam aktivitasnya lembaga pemerintahan ternyata melakukan transaksi pengeluaran dan pendapatan sehingga lembaga pemerintahan juga memerlukan siklus akuntansi biaya untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Penerbitan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sudah cukup lama diusulkan, tetapi untuk menerbitkan SAP bukanlah pekerjaan yang ringan. Melalui proses yang lama akhirnya pemerintah menerbitkan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang membuka sejarah baru dalam pengelolaan keuangan negara karena Indonesia akhirnya memiliki SAP yang sesuai dengan fungsi akuntansi.
Penyusunan SAP dipicu oleh semakin berkembangnya akuntansi komersial dengan diterbitkannya standar akuntansi keuangan (SAK) oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tahun 1994. Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) Departemen Keuangan RI akhirnya memprakarsai penyusunan SAP berkat lahirnya SAK. Reformasi di Indonesia semakin menambah kuat dorongan untuk segera disusunnya SAP karena masyarakat Indonesia menginginkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Diterbitkannya PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menjadi tonggak perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia. Lalu pada tahun 2002, Menteri Keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang bertugas menyusun Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah.
Setelah itu kembali terbit peraturan lainnya yang semakin menguatkan untuk segera menerbitkan SAP, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan laporan pertanggungjawaban APBN/APBD harus disusun sesuai dengan SAP. Standar tersebut disusun oleh suatu komite standar yang indenden dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara mengamanatkan penyusunan laporan pertanggungjawaban pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Kemudian pembentukan komite yang bertugas menyusun standar akuntansi pemerintahan dengan keputusan presiden juga dilakukan.
PP SAP menjadi pedoman dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Dalam SAP tidak ada Laporan Perubahan Modal seperti halnya dalam akuntansi komersial karena kepemilikan modal dalam pemerintahan adalah modal publik yang tidak bisa dideteksi kepemilikannya sehingga keberadaannya hanya sebagai penyeimbang antara aset dan utang. Lebih jauh dari itu, penetapan SAP diharapkan dapat menjadi tonggak lahirnya transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Di tingkat pemerintah Pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Setelah mengetahui sejarah akuntansi pemerintahan di Indonesia semakin membuka wawasan tentang perkembangan akuntansi konvensional hingga perkembangan akuntansi syariah. Keduanya saling beriringan tanpa ada gangguan yang menyulitkan.