Laporan keuangan perusahaan dagang merupakan laporan yang disusun untuk menyediakan informasi tentang posisi keuangan, kinerja perusahan, sampai pada perubahan posisi keuangan perusahaan. Laporan ini berguna dalam menyediakan informasi saat ini dan proyeksi di masa depan yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan. Pertimbangan tersebut yang nantinya akan memengaruhi keputusan yang akan diambil terkait dengan rencana-rencana strategik perusahaan atau suatu badan bisnis. (Baca Juga: Fungsi Akuntansi Manajemen)
Sebagai bentuk pertanggung jawaban baik kepada stakeholder maupun shareholder, laporan ini disusun sedemikian rupa sehingga memuat banyak informasi yang terdiri dari laporan laba rugi (L/R), laporan perubahan modal, neraca, dan juga laporan arus kas.
Selain memuat informasi yang disebutkan, laporan keuangan juga harus disusun dengan memperhatikan berbagai unsur yang wajib termuat, antara lain: aset, liabilitas, informasi pemegang saham, dan saham pemilik. Aset diketahui sebagai pembuat aliran kas positif. Liabilitas dikenal sebagai kewajiban berjalan yang gunanya memindahkan aset atau menyediakan jasa bagi pihak lain. Informasi pemegang saham memuat informasi mengenai dana yang diterima dari investor untuk digunakan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. (Baca Juga: Fungsi Akuntansi Biaya)
Tujuan Laporan Keuangan Konvensional
Menurut M. Sadeli (2002:18), laporan keuangan memiliki beberapa tujuan, antara lain:
- Menyediakan informasi yang reliabel tentang kekayaan dan kewajiban yang dimiliki perusahaan atau badan usaha.
- Menyajikan informasi yang bisa digunakan secara handal tentang adanya perubahan kekayaan perusahaan sebagai hasil kegiatan usaha yang dilakukan.
- Memuat dan menyajikan informasi tentang adnaya perubahan kekayaan yang asalnya bukan dari kegiatan utama perusahaan.
- Memuat dan menyajikan informasi yang bisa diandalkan para penggunanya guna memproyeksi kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan.
- Menyediakan informasi-informasi lain yang relevan dengan kebutuhan pemiliknya.
Laporan Keuangan Syariah
Metode syariah sudah banyak diterapkan di banyak jenis perusahaan di Indonesia, termasuk dalam lembaga perbankan. Karena menganut metode ini, maka jenis laporan keuangan yang dihasilkan juga harus menganut pada patokan-patokan yang sudah diberikan sesuai dengan tipe standar akuntansi syariah internasional. Laporan keuangan syariah pada dasarnya memiliki kemiripan dengan laporan keuangan konvensional.
(Baca Juga: Tujuan Akuntansi Keuangan)
Tujuan dari laporan keuangan syariah ini antara lain untuk meningkatkan ketaatan penggunanya terhadap prinsip syariah pada transaksi-transaksi serta kegiatan utama usaha mereka; memberikan informasi tentang kepatuhan entitas pada prinsip syariah termasuk informasi tentang aset, kewajiban, pemasukan, serta beban yang mungkin tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah; menyediakan informasi sebagai bahan pertimbangan evaluasi pemenuhan tanggung jawab suatu badan bisnis berbasis syariah terhadap amanah untuk menghimpun dan mengamankan dana sampai dengan menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak; serta memberikan informasi terkait tingkat keuntungan yang diperoleh oleh investor.
Kalau dilihat dari penjabaran di atas, tujuan laporan keuangan syariah bisa dibedakan menjadi 3 bagian yaitu:
1. Menyediakan Informasi Keuangan
Jelas sebagai fungsi laporan keuangan. Dari informasi keuangan yang dihasilkan pada laporan keuangan syariah, penggunanya bisa melihat kinerja perusahaan yang mungkin menjadi pertimbangan untuk pengambilan keputusan seperti investasi, ekspansi, dan lain-lain.
2. Menyediakan Informasi Kepatuhan terhadap Prinsip Syariah
Dengan melihat laporan keuangan syariah, penggunanya bisa melihat apakah entitas terkait sudah melaksanakan kegiatan mereka sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang menjadi basis usaha. Tujuan satu ini biasanya menjadi tujuan Dewan Pengawas Syariah dalam melakukan pengawasan terhadap entitas berbasis syariah.
3. Menyediakan Informasi tentang Pemenuhan CSR
Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial juga menjadi kewajiban entitas dalam menjalankan kegiatan utama mereka. Basis syariah juga mengatur bagaimana entitas harus merancang dan menjalankan program tanggung jawab sosial yang dilaporkan pada laporan keuangan berbasis syariah.
Perbedaan Laporan Keuangan Syariah dan Konvensional
Laporan keuangan konvensial dan syariah sejatinya merupakan jenis laporan yang memuat sebagian besar hal-hal yang sama dan intinya melaporkan kinerja perusahaan sembari memperlihatkan posisi perusahaan saat ini terkait dengan kekayaan dan kewajiban. Namun ada beberapa perbedaan yang menjadikan keduanya merupakan laporan keuangan yang berbeda. Beberapa hal yang menjadi poin-poin perbedaan antara laporan keuangan syariah dan konvensional akan dijabarkan sebagai berikut.
1. Sudut Pelaporan
Dari segi pelaporannya, laporan keuangan konvensional memuat lebih sedikit unsur-unsur laporan keuangan. Unsur laporan keuangan konvensional terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan. Sedangkan pada laporan keuangan syariah, unsur-unsur yang termuat antara lain neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan dana investasi terkait, laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil, laporan sumber dana dan penggunaan dana zakat, serta laporan dan penggunaan dana kebaikan. (Baca Juga: Perkembangan Akuntansi)
2. Akad dan Legalitas
Istilah akad dikenal sebagai kesepakatan kedua belah pihak terkait untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing. Syarat dan ketentuannya jelas sudah disepakati dari awal secara rinci dan spesifik sehingga ketika salah satu pihak tidak bisa memenuhi kewajibannya maka ia wajib menerima sanksi seperti yang sudah disepakati. Ketentuan akad tersebut teridiri dari rukun dan syarat. Rukun menyangkut unsur-unsur fisik seperti penjual, pembeli, barang, serta harga. Sementara syarat yang diwajibkan antara lain: barang dan jasa wajib halal, harga barang atau jasa harus jelas, tempat penyerahan yang jelas,serta barang yang ditransaksikan wajib sepenuhnya dalam kepemilikan. (Baca Juga: Pengertian Akuntansi)
3. Organisasi
Dilihat dari segi organisasi, kehadiran Dewan Pengawas Syariah atau DPS menjadi faktor pembeda antara perusahaan berbasis syariah dengan perusahaan konvensional. Kehadiran DPS yang terdiri dari minimal 3 orang propesi ahli hukum Islam ini bertanggung jawab dalam memberikan fatwa agama dan mengawasinya bersama dengan Dewan Komisaris perusahaan yang menggunakan basis syariah. Sedangkan dalam perusahaan konvensional tidak dikenal adanya DPS maupun aturan-aturan yang merupakan bagian dari tanggung jawab DPS itu.
(Baca Juga: Pengertian Akuntansi Perpajakan)
4. Penyelesaian Sengketa
Adanya masalah akan diselesaikan secara berbeda oleh perusahaan dengan basis konvensional serta basis syariah. Pada perusahaan berbasis syariah, adanya masalah akan diselesaikan dengan aturan dan hukum syariah. Berbeda halnya dengan perusahaan konvensional yang memilih menyelesaikan perkaranya di pengadilan negeri. Lembaga yang mengatur hukum syariah di Indonesia ini adalah Badan Arrbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI.
(Baca Juga: Standar Akuntansi Keuangan)
5. Usaha yang Dibiayai
Ada paradigma berbeda yang membedakan usaha konvensional dengan usaha berbasis syariah. Usaha berbasis syariah akan menggunakan paradigma tersendiri yang mana menekankan kepercayaan bahwa setiap aktivitas manusianya memiliki nilai akuntabilitas dan ilahiah yang menempatkan akhlak serta perangkat syariah sebagai parameter baik dan buruknya suatu aktivitas usaha. Berbeda halnya dengan perusahaan konvensional yang tidak mengenal hal semacam ini sebagai dasar pelaksanaan aktivitas bisnis mereka.
(Baca Juga: Fungsi Akuntansi Manajemen)
Demikian informasi yang bisa kami sajikan terkait perbedaan antara laporan keuangan syariah dan konvensional. Semoga artikel ini bisa memberikan pengetahuan tambahan bagi Anda yang mempelajari laporan keuangan.