Ruang Lingkup Akuntansi Syariah dan Konvensional
Setidaknya, ada dua jenis akuntansi yang umum dikenal masyarakat Indonesia, yaitu Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Syariah. Keduanya sama-sama digunakan di Indonesia. Akuntansi Syariah sudah bukan merupakan jenis akuntansi yang asing. Tak jarang jenis akuntansi ini digunakan oleh lembaga keuangan berbasis syariah yang memiliki nasabah dengan jumlah yang bersaing dengan lembaga keuangan berbasis konvensional. Keduanya jelas memiliki perbedaan meski secara garis besar memiliki prinsip yang relatif sama. Kali ini akan dibahas mengenai ruang lingkup masing-masing jenis akuntansi tersebut. Tapi, apa sebenarnya makna ‘ruang lingkup’ tersebut?
(Baca Juga: Fungsi Sistem Informasi Akuntansi)
Pengertian Ruang Lingkup
Dalam bahasa sederhana, ruang lingkup bisa dipahami sebagai batasan. Sesuatu yang memiliki ruang lingkup berarti ia bisa dan hanya berhak berdinamika dalam batasan yang ada. Ketika sesuatu hal tersebut sudah keluar dari batasan, berarti sesuatu tersebut berdinamika tidak pada ruang lingkupnya. Tidak menutup kemungkinan jika wilayah di luar ruang lingkupnya sudah merupakan wilayah sesuatu yang lainnya.
(Baca Juga: Cara Membuat Neraca Saldo)
Dikarenakan ruang lingkup tersebut hanya istilah batasan, maka ruang lingkup bukan sebuah istilah tunggal. Jika kita membahas ruang lingkup akuntansi, maka di dalamnya ada beberapa spesifikasi yang menjadi batasan-batasan akuntansi. Ambil contoh adalah target atau orientasi organisasi, peraturan yang berlaku, dasar hukum yang melandasi, dan sebagainya.
Kepatuhan akuntansi terhadap ruang lingkupnya merupakan hal yang harus dipatuhi. Mengapa? Karena ketika satu jenis menyeleweng dari ruang lingkupnya, tak menutup kemungkinan ia akan mengganggu dinamika di ruang lingkup lainnya.
Ada beberapa hal yang menjadi aspek ruang lingkup antara Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional. Ruang lingkup keduanya ada yang berbeda namun tak jarang juga ada yang sama. Berikut akan kami sajikan beberapa aspek yang menjelaskan ruang lingkup keduanya.
(Baca Juga: Tujuan Akuntansi Sektor Publik)
Prinsip-prinsip yang Sama
Karena sama-sama akuntansi, kedua jenis ini memiliki beberapa hal kesamaan dari segi prinsip. Setidaknya ada tujuh prinsip yang sama antara kaidah pada Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional atau Akuntansi Modern. Prinsip ini pun masih digunakan hingga saat ini. Prinsip-prinsip yang sama di antara kedua jenis akuntansi ini antara lain:
- Prinsip pemisahan jaminan keuangan dan prinsip unit ekonomi.
- Prinsip Hauliyah atau penahunan dan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan.
- Prinsip pembukuan langsung dan pencatatan bertanggal.
- Prinsip kesaksian dalam pembukuan dan prinsip penentuan barang.
- Prinsip Muqabalah atau perbandingan dan prinsip perbandingan pendapatan dengan biaya (cost).
- Prinsip Istimrariah atau kontinuitas dan kesinambungan perusahaan.
- Prinsip Idhah atau keterangan dan penjelasan atau pemberitahuan.
(Baca Juga: Cara Membuat Jurnal Umum)
Prinsip-prinsip yang Berbeda
Di samping terdapat sebagian prinsip yang ternyata sama antara Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional, ada juga beberapa prinsip berbeda di antara keduanya. Prinsip-prinsip berbeda tersebut dapat dilihat dari berbagai sub aspek. Misalkan :
- konsep modal yang diakui Akuntansi Konvensional adalah modal tetap dan modal beredar (aktiva tetap dan aktiva lancar).
- Berbeda halnya dengan konsep modal dalam Akuntansi Syariah yang terdiri dari uang dan barang. Harta dalam bentuk barang pun dibagi kembali menjadi barang milik dan barang dagang.
Prinsip lain yang membedakan keduanya adalah mata uang yang diakui. Dalam Akuntansi Konvensional, mata uang Rupiah diakui sebagai mata uang yang berlaku untuk pengerjaan dan pelaporan akuntansi konvensional di Indonesia. Sementara itu, dalam Akuntansi Syariah, penggunaan emas dan perak atau barang lain yang setara sebagai pengganti mata uang dianggap sah untuk digunakan. (Baca Juga: Cara Membuat Buku Besar)
Masih ada lagi yang termasuk dalam perbedaan di antara prinsip Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional. Dalam sub aspek laporan keuangan, laporan dengan basis akuntansi syariah memuat informasi mulai dari neraca, L/R, laporan arus kas, perubahan ekuitas, perubahan dana investasi terkait, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, laporan sumber dan penggunaan dana qardh, serta catatan atas laporan keuangan. Perbedaannya dengan laporan berbasis akuntansi konvensional adalah tidak adanya laporan perubahan dana investasi terkait, laporan sumber dan penggunaan dana zakat maupun dana qardh.
(Baca Juga: Manfaat Jurnal Khusus)
Dasar Hukum
Dasar hukum pelaksaan bagi akuntansi konvensional yang dijalankan banyak perusahaan di Indonesia ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau KUHD Pasal 6 Ayat 1 sampai 3 dan Undang-undang Perpajakan Nomor 16 Tahun 2000 Pasal 28 Ayat 1 sampai 6. Bukan hanya itu, dasar hukum yang melandasi pelaksanaan akuntansi di Indonesia juga didukung oleh undang-undang lainnya. Beberapa dasar hukum lain yang melandasi antara lain:
- Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang kewajiban melakukan pencatatan dan pembukuan yang menghasikan informasi untuk menghitung penghasilan kena pajak.
- Undang-undang Nomor 2 Tahun 1983 tentang wajib pajak dalam negeri.
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Pasal 13.
- Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Pasal 6.
- Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 7 dan Pasal 12.
(Baca Juga: Fungsi Buku Besar dalam Akuntansi)
Sementara itu, Akuntansi Syariah juga memiliki dasar hukum yang melandasi meskipun tak seratus persen sama dengan dasar hukum Akuntansi Konvensional. Pelaksanaan akuntansi syariah ini didasarkan pada hukum yang bersumber dari Kitab Suci Al-Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma atau Kesepakatan para Ulama, Qiyas atau persamaan suatu peristiwa tertentu, serta Uruf atau adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.
Pengguna Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional
Implementasi Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional yang berjalan di Indonesia melibatkan aspek-aspek yang berbeda. Misalkan saja seperti siapa pengguna kedua jenis akuntansi ini. Akuntansi Konvensional merupakan jenis akuntansi yang umum dan penggunanya relatif tak terbatas, mulai dari perorangan untuk lingkup rumah tangga, bisnis UKM, sampai dengan bisnis skala besar seperti perusahaan-perusahaan nasional yang ada di Indonesia. Sebenarnya, Akuntansi Syariah juga bisa digunakan oleh pengguna yang sama, selama mereka menggunakan basis syariah dalam menjalankan operasionalnya.
(Baca Juga: Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah)
Bagaimana dengan laporan keuangan yang disusun dengan basis kedua jenis akuntansi ini? Laporan keuangan yang disusun dengan basis Akuntansi Konvensional biasanya sebatas digunakan oleh pihak-pihak yang terkait dengan operasional suatu perusahaan itu. Pihak-pihak tersebut terdiri atas pemegang saham perusahaan, pimpinan atau manajerial, investor, bank, serta pemerintah.
Lain halnya jika laporan keuangan berbasis perkembangan Akuntansi Syariah yang dikeluarkan oleh perusahaan berbasis syariah. Meskipun sebagian besar pengguna laporan keuangan syariah ini sama, tetapi ada pengguna laporan lain yang juga diprioritaskan seperti Dewan Pengawas Syariah atau DPS yang memiliki kepentingan mengukur tingkat kepatuhan terhadap prinsip syariah dan pembayar maupun penerima dana sosial. (Baca Juga: Sistem Pengendalian Manajemen Sektor Publik)